Aku memutuskan untuk benar - benar dari pergi rumah. Aku tau ini ngga mungkin, tapi harus bagaimana lagi. Bapak udah ngusir aku dari rumah. Dan sekarang, aku ngga tau harus kemana. Aku terus aja jalan, nahan lapar, nahan haus. Terus jalan sampai rasanya kaki ku mau putus.
Udah hampir dua hari aku di jalanan. Aku ngga tau ini dimana, ini tempat apa. Udah dua hari juga aku ngga makan, ngga mandi. Sholatpun di musholla pinggir jalan. Kali ini aku benar - benar lelah. Aku duduk di halte yang letaknya di depan sebuah kantor. Ku sandarkan kepalaku di tiang - tiang halte. Aku rindu bapak sama ibu, sama Alia adikku. Aku nyesel udah ngelawan bapak, udah nebentak ibu karena ribut sama Alia. Tapi satu yang aku bingung sampai saat ini. Kenapa bapak sama ibu selalu ngebela Alia? selalu dia yang mereka nomor satukan? Hidungku rasanya gatal, pipiku basah. Ya, aku sadar aku menangis. Tapi buru - buru aku hapus air mata kelemahan itu. Aku udah berani keluar dari rumah, jadi aku ngga boleh nangis!. Aku membentak diriku dalam hati. Dengan berkeras diri aku camkan dalam hati kalau aku kuat, aku bisa hidup di jalanan. Bukan tinggal dirumah sama orang tua yang membedakan aku dengan adikku sendiri.
"Hai kamu.." panggil seseorang. Aku bingung orang itu bicara pada siapa. Tapi sepertinya hanya aku yang ada di halte itu. Aku mengarahkan telunjukku pada diriku sendiri.
"Ya, kamu manis.." kata orang itu lagi. Alu tak beranjak, aku hanya mempertegas siapa yang telah memanggilku tadi. Dia seorang perempuan, nampaknya orang penting. Sekian detik aku perhatikan dia. Walaupun dia berada dalam mobil yang hanya dibuka setengah kacanya, dia terlihat ramah. Dia mengendarai mobil itu sendirian, mobil Honda City hitam.
uhmm penulisnya cape, lagi liat foto rio juga, jadi mingkin bersambung dulu yaa..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar